Sabtu, 20 Desember 2008

Teori Semiotic

“Semiotics is the theory and analysis of signs and significations. A semiotician like the early Barthes sees social and cultural life in terms of signification, and therefor in terms of the non-essential nature of objects.... Semiotics also studies the way that signs signify – in the conventional literaty texts and legal documents, or in advertisements and bodily conducts.” - John Lechte (1994: 121)

SISTEM TANDA, SEMIOTIKA TEKS DAN TEORI KODE


Karya arsitektural selalu mengandung pesan didalamnya, baik itu berupa gagasan, ideologi, dan bahkan misi yang ingin dicapai oleh sang arsitek melalui hasil karyanya tersebut. Pesan ini kemudian terwujud dalam bentukan elemen-elemen arsitektural bangunannya, baik yang secara lepas maupun saling terintegrasi kemudian membentuk suatu sistem tanda baik pada ruang luar (eksterior) maupun ruang dalam (interior) dan menjadi karakter dari bangunan tersebut. Pembahasan sistem tanda tak akan lepas dari bahasan semiotika. Semiotika (semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan suatu yang lain (stand for something else) yang dapat dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent, 1980).
Metode semiotika secara prinsip bersifat kualitatif-interpretatif dan dapat diperluas sehingga bersifat kualitatif-empiris. Metode kualitatif-interpretatif lebih berfokus kepada teks dan kode yang nampak secara visual sedang metode kualitatif-empiris membahas pada subyek pengguna teks (Yusita Kusumarini,2006).

Sistem Tanda (Semiotik)
Semiotik (semiotic) adalah teori tentang pemberian ‘tanda’. Secara garis besar semiotik digolongkan menjadi tiga konsep dasar, yaitu semiotik pragmatik (semiotic pragmatic), semiotik sintatik (semiotic syntactic), dan semiotik semantik (semiotic semantic) (Wikipedia,2007).

Semiotik Pragmatik (semiotic pragmatic)
Semiotik Pragmatik menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang menerapkannya, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikan, dalam batas perilaku subyek. Dalam arsitektur, semiotik prakmatik merupakan tinjauan tentang pengaruh arsitektur (sebagai sistem tanda) terhadap manusia dalam menggunakan bangunan. Semiotik Prakmatik Arsitektur berpengaruh terhadap indera manusia dan perasaan pribadi (kesinambungan, posisi tubuh, otot dan persendian). Hasil karya arsitektur akan dimaknai sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya, hasil persepsi tersebut kemudian dapat mempengaruhi pengamat sebagai pemakai dalam menggunakan hasil karya arsitektur. Dengan kata lain, hasil karya arsitektur merupakan wujud yang dapat mempengaruhi pemakainya.

Semiotik Sintaktik (semiotic syntactic)
Semiotik Sintaktik menguraikan tentang kombinasi tanda tanpa memperhatikan ‘makna’nya ataupun hubungannya terhadap perilaku subyek. Semiotik Sintaktik ini mengabaikan pengaruh akibat bagi subyek yang menginterpretasikan. Dalam arsitektur, semiotik sintaktik merupakan tinjauan tentang perwujudan arsitektur sebagai paduan dan kombinasi dari berbagai sistem tanda. Hasil karya arsitektur akan dapat diuraikan secara komposisional dan ke dalam bagian-bagiannya, hubungan antar bagian dalam keseluruhan akan dapat diuraikan secara jelas.

Semiotik Semantik (semiotic semantic)
Semiotik Sematik menguraikan tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan ‘arti’ yang disampaikan. Dalam arsitektur semiotik semantik merupakan tinjauan tentang sistem tanda yang dapat sesuai dengan arti yang disampaikan. Hasil karya arsitektur merupakan perwujudan makna yang ingin disampaikan oleh perancangnya yang disampaikan melalui ekspresi wujudnya. Wujud tersebut akan dimaknai kembali sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya. Perwujudan makna suatu rancangan dapat dikatakan berhasil jika makna atau ‘arti’ yang ingin disampaikan oleh perancang melalui rancangannya dapat dipahami dan diterima secara tepat oleh pengamatnya, jika ekspresi yang ingin disampaikan perancangnya sama dengan persepsi pengamatnya.

Teori Semiotik
Di dalam bidang filsafat, bidang linguistik hingga arsitektur dikenal beberapa tokoh yang mengungkapkan teori-teori mereka tentang semiotika. Teori semiotika tersebut biasa dikelompokkan menjadi teori semiotika dikotomi (yang dibagi menjadi dua bagian) dan trikotomi (yang dibagi menjadi tiga bagian). Teori semiotika yang banyak digunakan dalam pengkajian sistem tanda antara lain, Teori Semiotika Ferdinand De Saussure, Semiotika Roland Barthes, Semiotika C.K. Ogden dan I.A. Richard, dan Semiotika Charles Sanders Peirce.

Semiotika Saussure
Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.

Semiotika Barthes
Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Yusita Kusumarini,2006).

Semiotika Ogden & Richard
Teori Semiotika C. K. Ogden dan I. A. Richard merupakan teori semiotika trikotomi yang dikembangkan dari Teori Saussure dan Teori Barthes yang didalamnya terdapat perkembangan hubungan antara Petanda (signified) dengan Penanda (signifier) dimana Penanda kemudian dibagi menjadi dua yaitu Peranti (Actual Function/Object Properties) dan Penanda (signifier) itu sendiri. Petanda merupakan Konotasi dari Penanda, sedangkan Peranti merupakan Denotasi dari Penanda. Pada teori ini Petanda merupakan makna, konsep, gagasan, sedang Penanda merupakan gambaran yang menjelaskan peranti, penjelasan fisik obyek benda, kondisi obyek/benda, dan cenderung (tetapi tidak selalu) berupa ciri-ciri bentuk, ruang, permukaan dan volume yang memiliki suprasegmen tertentu (irama, warna, tekstur, dsb) dan Peranti merupakan wujud obyek/benda/fungsi aktual (Christian).

Semiotika Peirce
Teori ini dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce, seorang filsuf Amerika. Menurut Peirce, tanda adalah “…something which stands to somebody for something in some respect or capacity” (Noth, 1995). Menurut Peirce subjek berperan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pertandaan. Hal ini yang membuat eksistensi semiotika Peirce adalah semiotika komunikasi (Yusita Kusumarini,2006). Peirce mengelompokkan tanda menjadi 3 jenis, yaitu indeks (index), ikon (icon), dan simbol (symbol). Indeks adalah ungkapan ‘tanda’ atau representasi suatu obyek akibat hubungan dinamis antara obyek yang ‘diterima’ secara fisik dan mempengaruhi perasaan atau ingatan seseorang dalam pembentukan persepsinya. Ikon adalah ungkapan ‘tanda’ suatu obyek berdasarkan persepsi imajenatif yang mengkaitkan obyek tersebut dengan obyek lain yang belum tentu ada. Sedangkan simbol adalah ungkapan ‘tanda’ suatu obyek berdasarkan konsep tertentu, biasanya asosiasi terhadap suatu gagasan umum (Christian). Pada Indeks hubungan antara penanda dan petanda di dalamnya bersifat kausal, pada Ikon hubungan antara penanda dan petandanya bersifat keserupaan, sedangkan pada simbol hubungan antara penanda dan petandanya bersifat arbiter (Piliang, 2003).

Semiotika Teks
Pengertian teks secara sederhana adalah “kombinasi tanda-tanda” (Piliang, 2003). Dalam pemahaman yang sama, semua produk desain (termasuk arsitektur dan interior) dapat dianggap sebagai sebuah teks, karena produk desain tersebut merupakan kombinasi elemen tanda-tanda dengan kode dan aturan tertentu, sehingga menghasilkan sebuah ekspresi bermakna dan berfungsi (Yusita Kusumarini,2006). Dalam menganalisis dengan metode semiotika, pada prinsipnya dilakukan dalam dua tingkatan analisis, yaitu :
Analisis tanda secara individual (jenis tanda, mekanisme atau struktur tanda), dan makna tanda secara individual.§
Analisis tanda sebagai sebuah kelompok atau kombinasi (kumpulan tanda yang membentuk teks), biasa disebut analisis teks.§
Untuk menganalisis tanda secara individual dapat digunakan model analisis tipologi tanda, struktur tanda, dan makna tanda (Piliang, 2003). Analisis tipologi tanda tersebut menggunakan teori semiotik pengelompokan tanda Charles Sanders Peirce. Sedangkan dalam hal analisis struktur tanda menggunakan teori semiotik Ferdinand de Saussure. Kemudian dalam menganalisis makna tanda dapat dilakukan dengan menggabungkan hasil analisis tipologi tanda dan struktur tanda. Gabungan analisis keduanya (tipologi tanda dan struktur tanda) akan menghasilkan makna tanda yang lebih kuat (Yusita Kusumarini,2006).

Untuk menganalisis tanda secara kelompok atau kombinasinya (analisis teks), tidak hanya sebatas menganalisis tanda (jenis, struktur, dan makna) tetapi juga termasuk pemilihan tanda yang dikombinasi dalam kelompok atau pola yang lebih besar (teks) yang mengandung representasi sikap, ideologi, atau mitos tertentu (latar belakang kombinasi tanda). Ada beberapa model dan prinsip analisis teks, salah satunya yang diajukan oleh Thwaites (Piliang, 2003). Prinsip dasar analisis teks adalah polisemi (keanekaragaman makna sebuah penanda). Konotasi tanda berkaitan dengan kode nilai, makna sosial, dan berbagai perasaan, sikap, atau emosi. Tiap teks adalah kombinasi sintagmatik tanda-tanda yang melalui kode sosial tertentu menghasilkan konotasi tertentu (metafora dan metonimi menjadi bagian dari kombinasi tanda). Konotasi yang berbeda bergantung pada posisi sosial pembaca dan faktor lain yang mempengaruhi cara berpikir dan menafsirkan teks. Konotasi yang diterima luas secara sosial akan menjadi denotasi (makna teks yang dianggap benar). Denotasi merepresentasikan mitos budaya, kepercayaan, dan sikap yang dianggap benar (Yusita Kusumarini,2006).

Teori Kode
Kode adalah seperangkat aturan atau konvensi (kesepakatan) bersama yang di dalamnya tanda-tanda dapat dikombinasikan, sehingga memungkinkan pesan dapat dikomunikasikan dari seseorang kepada yang lain (Eco, 1979).
Di dalam kehidupan manusia banyak ditemukan penggunaan kode-kode sebagai perwujudan suatu makna tertentu. Salah satunya adalah budaya, budaya dapat dianggap sebagai kumpulan kode yang membentuk tingkah laku manusia, menjadi bermacam tingkatan dan cara, tergantung pada lingkungan. Ada 2 arti dari istilah “kode”. Pertama, kode menunjukkan bentuk status yang sistematis, aturan, dan sebagainya. Kedua, kode menyangkut suatu ide rahasia, satu set bentuk, huruf, atau simbol yang mengaburkan arti, dan dapat dipecahkan bila diketahui penyusunan pokok kode tersebut. Jika kedua aspek tersebut dikombinasikan (sistematis dan rahasia), maka kode tersebut kemudian dikenali sebagai kode kultur (culture code), yaitu mengarah dalam budaya yang tidak dikenal tetapi mempunyai struktur jelas dan spesifik (Berger, 2005).
Pierre Guiraud mengemukakan 3 jenis kode, yaitu kode sosial, kode estetika, dan kode logika. Kode sosial berkaitan dengan hubungan pria-wanita, dan mencakup wilayah identitas dan tingkatan, aturan tingkah laku, mode, dan sebagainya. Kode estetika berkaitan dengan seni dan bagaimana menginterpretasi dan mengevaluasi seni. Sedangkan kode logika mencakup usaha kita untuk membuat sadar akan dunia dan pengetahuan ilmiah, dan sistem komunikasi tanpa bahasa (Berger, 2005). Kode ilmiah (logika) cenderung statis, kode estetika dan sosial terus mengalami perubahan (dinamis). Dalam membahas suatu hasil karya arsitektur, pembacaan kode menggunakan batasan kode teknik, kode sintagmatik, dan kode semantik (Yusita Kusumarini,2006).


REFERENSI
Berger, Arthur Asa, 2005, Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, Sebuah Pengantar Semiotika (Terjemahan dari: Signs in Contemporary Culture, An Introduction to Semiotics), Jogja: Tiara Wacana.

Broadbent, Geoffrey, 1980, Sign, Symbol and Architecture, Jhon Wiley & Sons, New York.

Christian, J.S.T., Materi Kuliah Teori Arsitektur 2, BAB VII Semiotika.

Eco, Umberto, 1979, A Theory of Semiotics, Indiana University Press.

Kusumarini, Yusnita, 2006, Analisis Teks Dan Kode Interior Gereja Karya Tadao Ando “Church of The Light” dan “Church on the Water”. Dimensi Interior, Vol.4, No.1. Bandung: Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain – Universitas Kristen Petra.

Noth, Winfried. 1995, Handbook of Semiotics, Indiana University Press.

Piliang, Yasraf Amir, 2003, Hipersemiotika, Yogyakarta: Jalasutra.

www.id.wikipedia.org/wiki/Semiotika

0 komentar:

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com